Jika memiliki istri, lebih memilih istri yang bekerja atau yang tidak?. itu hal yang sering di tanyakan sama saudara-saudara atau teman. memang ini yang sering menjadi permasalahan.
Pulang dari bekerja, semestinya adalah waktu untuk beristrirahat bagi suami selaku kepala rumah tangga. Namun ada salah satu teman saya dimana sang suami masih harus di sibukkan dengan pekerjaan rumah tangga. di karenakan istrinya juga bekerja dan tidak bisa memasak.
Ada juga salah satu teman yang tiap hari harus menempuh jarak puluhan kilo meter untuk bekerja dan pulang kerumah. di karenakan istri bekerja di tempat yang lumayan jauh. dan dengan pertimbangan lebih baik suami yang menempuh jarak jauh itu dari pada sang istri.
Ada juga salah satu teman yang terpaksa terpisah dengan sang istri karena istri bekerja dan jaraknya yang begitu jauh sehingga tidak memungkinkan untuk pulang tiap hari. sehingga bisa bertemu 1 minggu sekali, 2minggu atau berbulan2 baru bertemu.
Ada juga teman yang di mintai pendapat jika jadi istri lebih memilih tidak bekerja atau bekerja? mereka cenderung memilih untuk bekerja dikarenakan sudah belajar/kuliah tinggi-tinggi. eman dong kalau tidak kerja. atau dengan alasan males jika di rumah terus.
Ada juga teman yang mengeluh tentang pengalamannya menjadi istri yang juga berperan sebagai pencari nafkah untuk membiayai kehidupan rumah tangga. Mereka seringkali harus melakukan double function. Pagi-pagi sekali mereka harus bangun untuk menyiapkan sarapan keluarga dan keperluan sekolah anak-anak. Kemudian mereka bergegas mempersiapkan diri untuk menuju tempat kerjanya. Sore hari mereka harus kembali mengurus keperluan keluarga.
Saya sungguh prihatin sekaligus salut dengan mereka. Sementara suami mereka praktis hanya melakukan pekerjaan sebagai pencari nafkah, sementara keperluan pribadi mereka sudah diurus oleh istri. Sedang keperluan pribadi istri tidak diurus oleh suami. Sudah begitu, para suami terkadang masih tidak mau memahami keadaan dan sering kali istri masih dipersalahkan terhadap ketidak beresan dalam urusan rumah tangga.
Mungkin bagi mereka yang punya rezeki lebih, bisa menyewa pembantu untuk membantu mengurus kehidupan keluarga. sehingga sang istri tidak terbebani dengan urusan rumah tangga. Tapi apakah anak-anak mereka juga harus di urus oleh pembantu? ada temen yang mengatakan kalau seperti itu jadi anak pembantu donk :). dan tentu saja kebutuhan sang suami juga akan di sediakan oleh pembantu(apakah ini berarti juga suaminya jadi suami pembantu? hahaha.. jangan sampek dah..)
Mungkin ada baiknya juga jika menyewa pembantu, hanya sekedar untuk membantu sang istri. bukan berarti melepas semua urusan rumah tangga kepada pembantu. namanya pembantu ya membantu sang istri. semua keperluan dan tanggung jawab tetap kepada sang istri. karena kalau semua diserahkan ke pembantu kasihan istri juga dia tidak bisa berkhidmat kepada suami.
Berkhidmat kepada suami ini telah dilakukan oleh wanita-wanita utama lagi mulia dari kalangan shahabiyyah, seperti yang dilakukan Asma’ bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhuma yang berkhidmat kepada Az-Zubair ibnul Awwam radhiallahu ‘anhu, suaminya. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh1.” (HR. Bukhari no. 5224 dan Muslim no. 2182)
Mengenai pembantu ada sebuah cerita tentang khidmatnya Fathimah bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, sampai-sampai kedua tangannya lecet karena menggiling gandum. Ketika Fathimah datang ke tempat ayahnya untuk meminta seorang pembantu, sang ayah yang mulia memberikan bimbingan kepada yang lebih baik:
أَلاَ أَدُلُّكُماَ عَلَى ماَ هُوَ خَيْرٌ لَكُماَ مِنْ خاَدِمٍ؟ إِذَا أَوَيْتُماَ إِلَى فِرَاشِكُماَ أَوْ أَخَذْتُماَ مَضاَجِعَكُماَ فَكَبَّرَا أًَرْبَعاً وَثَلاَثِيْنَ وَسَبَّحاَ ثَلاَثاً وَثَلاَثِيْنَ وَحَمِّدَا ثَلاَثاً وَثَلاثِيْنَ، فَهَذَا خَيْرٌ لَكُماَ مِنْ خاَدِمٍ
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua apa yang lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu? Apabila kalian mendatangi tempat tidur kalian atau ingin berbaring, bacalah Allahu Akbar 34 kali, Subhanallah 33 kali, dan Alhamdulillah 33 kali. Ini lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu.” (HR. Al-Bukhari no. 6318 dan Muslim no. 2727)
Jadi kalau menurut pendapat saya, lebih baik istri itu mengurus kehidupan rumah tangga. kalaupun ingin bekerja silahkan bekerja tapi jangan terlalu ngoyo. jangan terlalu berat sehingga membuatnya terbebani. bekerja yang ringan-ringan saja. kerja setengah hari saja atau apa saja yang penting lebih banyak berada di rumah untuk mengurus anak-anak mereka. sekaligus mengajari mereka mengaji/akhlak-akhlak yang baik. karena ilmu yang mereka dapat pertama adalah di rumah. jadi lebih baik di urus oleh istri saja dari pada pembantu. takutnya nanti pembantunya kurang baik nanti di ajarin kurang baik juga.
Tapi ya entahlah ini menurut pendapat pribadi saja. lagi pula saya sendiri juga belum menikah jadi belum berpengalaman. ini hanya dari penilaian saya mendengar cerita dari teman2 atau dari publik. wallahualam..
Ini Doa yang Dianjurkan saat Rabu Wekasan
3 bulan yang lalu