Halaman

Subscribe:

Main Menu

Selasa, Agustus 16, 2011

Cara Penggunaan Siwak / Bersiwak

Siwak atau miswak berbentuk batang, diambil dari akar dan ranting segar tanaman arak (Salvadora persica) yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia dan Afrika dan berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon Arak adalah pohon yang kecil, seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, diameternya lebih dari 1 kaki, jika kulitnya dikelupas warnanya agak keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya berwarna coklat dan bagian dalamnya berwarna putih, aromanya seperti seledri dan rasanya agak sedikit pedas.

Siwak memiliki beberapa faedah yang sangat besar, diantaranya yang paling besar adalah yang telah dianjurkan oleh hadits: “Siwak itu pembersih mulut dan diridhai Allah.” (HR. Ahmad)

Keutamaan shalat dengan memakai siwak itu, sebanding dengan 70 kali shalat dengan tidak memakai siwak. (HR. Ahmad)

Cara Penggunaan Siwak

Orang menggunakan siwak dalam bentuk batang atau stick kayu dengan cara:

Senin, Agustus 08, 2011

Pendapat para ulama ahli hadits dan ahli fiqih tentang Bid'ah

Tema bid’ah selalu hangat dan actual untuk dibicarakan. Hal ini disamping kaarena memang banyak terjadi problem di masyarakat yang berkaitan dengan bid’ah, juga dari waktu ke waktu selalu hadir kelompok-kelompok yang menolak berbagai aktivitas dan tradisi keagamaan masyarakat dengan alasan klasik yaitu BID’AH. Ternyata pangkalnya adalah karena adanya hadits “Kullu Bid’atin Dholalah” (semua bid’ah itu sesat) yang dipahami serampangan oleh kaum sempalan wahhabiyah ini

Oleh karena itu para ulama ahli hadits dan ahli fiqih berpandangan bahwa hadits “semua bid’ah itu sesat” adalah kata-kata general (‘am) yang maknanya terbatas (khash). Mari kita simak pendapat para ulama ahli hadits dan ahli fiqih, Kita seharusnya menyimak apa kata ulama terdahulu seperti Imam Syafi’I, Imam Nawawi, Imam Qurthubi, Imam Suyuthi, dll Mari kita simak pendapat-pendapat yang mengenai Bid’ah:

1. Al-Imam Al-Hafidz Al-Nawawi menyatakan:
“Sabda Nabi SAW “Kullu bid’atin Dholalah” ini adalah kata-kata umum yang dibatasi jangkauannya. Maksud “Kullu bid’atin Dholalah” adalah sebagian besar bid’ah itu sesat, bukan seluruhnya.” (Al-Imam Nawawi , Syarh Shahih Muslim 6/154)

2. Imam Nawawi juga mengatakan:
“Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat-buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg dosanya”, hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yg baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yg buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : “semua yg baru adalah Bid’ah, dan semua yg Bid’ah adalah sesat”, sungguh yg dimaksudkan adalah hal baru yg buruk dan Bid’ah yg tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)

3. Berkata pula Imam Nawawi bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu Bid’ah yg wajib, Bid’ah yg mandub, bid’ah yg mubah, bid’ah yg makruh dan bid’ah yg haram. Bid’ah yg wajib contohnya adalah mencantumkan dalil-dalil pada ucapan ucapan yg menentang kemungkaran, contoh bid’ah yg mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yg Mubah adalah bermacam-macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yg umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)

4. Al Imam Al Hafiz Al-Qurthubi mengatakan:
“Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yg berbunyi : “seburuk-buruk permasalahan adalah hal yg baru, dan semua Bid’ah adalah dhalalah” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yg dimaksud adalah hal-hal yg tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya” (Shahih Muslim hadits no.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yg baik dan bid’ah yg sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)

5. Imam Suyuthi berkata:
Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”, (sesuatu yg umum yg ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “… yg Menghancurkan segala sesuatu” (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : “Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya” QS Assajdah-13), dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim.pen) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).

6. al-Imam asy-Syafi’i berkata:


اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ: بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّـنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ.

“Bid’ah ada dua macam: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah bid’ah terpuji, dan bid’ah yang menyalahi Sunnah adalah bid’ah tercela”. (Dituturkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari)

7. Al-Imam asy-Syafi’i berkata :


الْمُحْدَثَاتُ مِنَ اْلأُمُوْرِ ضَرْبَانِ : أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ ِممَّا يُخَالـِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثرًا أَوْ إِجْمَاعًا ، فهَذِهِ اْلبِدْعَةُ الضَّلاَلـَةُ، وَالثَّانِيَةُ : مَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ خِلاَفَ فِيْهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هذا ، وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ (رواه الحافظ البيهقيّ في كتاب " مناقب الشافعيّ)

“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).


8. Abu Bakar Ibn al-‘Arabi menuliskan sebagai berikut:


لَيْسَتْ البِدْعَةُ وَالْمُحْدَثُ مَذْمُوْمَيْنِ لِلَفْظِ بِدْعَةٍ وَمُحْدَثٍ وَلاَ مَعْنَيَيْهِمَا، وَإِنَّمَا يُذَمُّ مِنَ البِدْعَةِ مَا يُخَالِفُ السُّـنَّةَ، وَيُذَمُّ مِنَ الْمُحْدَثَاتِ مَا دَعَا إِلَى الضَّلاَلَةِ.

“Perkara yang baru (Bid’ah atau Muhdats) tidak pasti tercela hanya karena secara bahasa disebut Bid’ah atau Muhdats, atau dalam pengertian keduanya. Melainkan Bid’ah yang tercela itu adalah perkara baru yang menyalahi sunnah, dan Muhdats yang tercela itu adalah perkara baru yang mengajak kepada kesesatan”. (artikel selengkapnya tentang hakekat bid'ah dapat anda download di http://www.mediafire.com/?6q3e4wgbdifh3hc)

Selasa, Agustus 02, 2011

Diplomat Imam Ali

Ibnu Abbas telah lama ditakuti oleh kaum Khawarij karena logikanya yang tepat dan tajam. Pada suatu hari ia diutus oleh Imam Ali kepada sekelompok besar dari mereka. Maka terjadilah percakapan yang mempesona, di mana Ibnu Abbas mengarahkan pembicaraan serta menyodorkan alasan dengan cara yang menakjubkan:

Tanya Ibnu Abbas, “Hal-hal apakah yang menyebabkan tuan-tuan menaruh dendam terhadap Ali?” Ujar mereka, “Ada tiga hal yang menyebabkan kebencian kami padanya.
Pertama dalam agama Allah ia bertahkim kepada manusia, padahal Allah berfirman “Tak ada hukum kecuali bagi Allah!”
Kedua, ia berperang tetapi tidak menawan pihak musuh dan tidak pula mengambil harta rampasan. Seandainya pihak lawan itu orang-orang kafir, berarti harta mereka itu halal. Sebaiknya bila mereka orang-orang beriman maka haramlah darahnya!”
Dan ketiga, waktu bertahkim, ia rela menanggalkan sifat Amirul Mu’minin dari dirinya demi mengabulkan tuntutan lawannya. Maka jika ia sudah tidak jadi amir atau kepala bagi orang-orang mukmin lagi, berarti ia kepala bagi orang-orang kafir!


Lamunan-lamunan mereka itu dipatahkan oleh Ibnu Abbas, katanya, “Mengenai perkataan tuan-tuan bahwa ia bertahkim kepada manusia dalam agama Allah, apa salahnya? Bukankah Allah telah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian membunuh binatang buruan, sewaktu kalian dalam ihram! Barang siapa di antara kalian yang membunuhnya dengan sengaja, maka hendaklah ia membayar denda berupa binatang ternak yang sebanding dengan hewan yang dibunuhnya itu, yang untuk menetapkannya diputuskan oleh dua orang yang adil di antara kalian sebagai hakim!” (QS.Al-Maidah: 95)


“Nah, atas nama Allah cobalah jawab: Manakah yang lebih penting, bertahkim kepada manusia demi menjaga darah kaum muslimin, ataukah bertahkim kepada mereka mengenai seekor kelinci yang harganya seperempat dirham?” Para pemimpin Khawarij itu tertegun menghadapi logika tajam dan tuntas itu. Kemudian Ibnu Abbas melanjutkan bantahannya, “Tentang ucapan tuan-tuan bahwa ia perang tetapi tidak melakukan penawanan dan merebut harta rampasan, apakah tuan-tuan menghendaki agar ia mengambil Aisyah istri Rasulullah dan Ummul Mu’minin itu sebagai tawanan, dan pakaian berkabungnya sebagai barang rampasan?”

Di sini wajah orang-orang itu jadi merah padam karena malu, lalu menutupi muka mereka dengan tangan. Sementara Ibnu Abbas beralih kepada soal yang ke tiga, “Adapun ucapan tuan-tuan bahwa ia rela menanggalkan sifat Amirul Mu’minin dari dirinya sampai selesainya tahkim, maka dengarlah oleh tuan-tuan apa yang dilakukan oleh Rasulullah di hari Hudaibiyah, yakni ketika ia mengimlakkan surat perjanjian yang telah tercapai antaranya dengan orang-orang Quraisy. Katanya kepada penulis: “Tulislah! Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad Rasulullah” Tiba-tiba utusan Quraisy menyela, “Demi Allah, seandainya kami mengakuimu sebagai Rasulullah, tentu kami tidak menghalangimu ke Baitullah dan tidak pula akan memerangimu! Maka tulislah: “Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah!” Kata Rasulullah kepada mereka, “Demi Allah, sesungguhnya saya ini Rasulullah walaupun kamu tidak hendak mengakuinya!” Lalu kepada penulis surat itu diperintahkan, “Tulislah apa yang mereka kehendaki! Tulis! Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah!”

Demikianlah dengan cara menarik dan menakjubkan berlangsung tanya jawab antara Ibnu Abbas dan golongan Khawarij. Belum lagi tukar pikiran selesai, dua puluh ribu orang di antara mereka bangkit serentak, menyatakan kepuasan mereka terhadap keterangan-keterangan Ibnu Abbas dan sekaligus memaklumkan penarikan diri mereka dari memusuhi Imam Ali!”

Senin, Agustus 01, 2011

Tujuh cakra dalam Avatar the last air bender

Kemarin melihat film Avatar The last airbender di Global TV episode Book two: Earth, Chapter 19: The Guru.. ada adegan yang menerangkan tujuh cakra dalam tahapan menguasai kebesaran Avatar. dari ketujuh cakra ini mengandung pesan-pesan moral tersendiri :).

Ada tujuh cakra energi dalam tubuh kita dan setiap energi memiliki tujuan tersendiri dan dapat terbendung oleh sifat emosional tertentu.

Inilah tujuh cakra tersebut:

1. Cakra Bumi(Muladhara) . Terletak di dasar tulang belakang. Dia disebabkan oleh kepercayaan. Terbendung oleh perasaan takut.

2. Cakra Air(Swadhisthana). Terletak di tulang kelangkang. Cakra ini dibebaskan oleh kesenangan dan dibendung oleh rasa bersalah. Kenyataan yang telah membuatmu menyalahkan dirimu telah terjadi. Tapi jangan membiarkannya menampar dan meracuni energimu. Jika kamu bisa berpikir positif, kamu akan bisa memaafkan dirimu sendiri.

3. Cakra Api(Manipura). Terletak pada lambung. Cakra ini dibebaskan oleh tekad. Terbendung oleh rasa malu. Terkadang kita merasa malu untuk melakukan suatu hal. jangan jadikan malu ini menghalangi tujuan dan cita-cita kita. kuatkan tekad untuk menuju cita-cita.

4. Cakra Angin(Anahata). Terletak di hati. Cakra ini di bebaskan oleh cinta. Terbendung oleh duka cita. Lepaskan semua duka citamu. Kamu mungkin sangat kehilangan. Tapi cinta adalah energi yang sangat penting. Cinta yang berakhir bagimu, bukan berarti akhir dari energi ini. Dia masih tetap ada di dalam hatimu dan tumbuh kembali menjadi cinta baru. Biarkan kesedihan mengalir keluar.

5. Cakra Suara(Vishuddah). Terletak pada tenggorokan. Dia berurusan dengan kebenaran. Terbendung oleh kebohongan. jangan berbohong tentang diri sendiri. terimalah semuanya.dan ceritakan semua dengan kejujuran.

6. Cakra Cahaya(Ajna). Terletak di tengah-tengah dahi. Dia berurusan dengan batin. Terbendung oleh ilusi. Ilusi terhebat pada tingkat ini adalah ilusi dari perpecahan. Merasa sesuatu itu terpisah, namun sebenarnya adalah satu kesatuan. Semua negara pada dasarnya sama. semuanya terhubung. semuanya satu kesatuan. Bahkan keempat elemen yang terpisah (air, bumi, api, dan angin) adalah ilusi. Elemen tersebut adalah satu kesatuan.

7. Cakra Pikiran (Sahasrara) Terletak di atas kepala. Dia berurusan dengan energi kosmis. Terbendung oleh hal duniawi. Apa hal yang membuatmu terikat pada dunia? Lepaskanlah semuanya itu. Biarkanlah airmu mengalir dengan bebas. tanpa terbebani dunia.